JMDN logo

Cerita dari Banaran tentang Kebun Kopi yang Menghidupi

📍 Potensi Desa
16 Agustus 2025
44 views
Cerita dari Banaran tentang Kebun Kopi yang Menghidupi

Jakarta, 16/8 (ANTARA) - Sore di Desa Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Semarang, Jawa Tengah, datang dengan cahaya yang lembut. Langit merona jingga, berpadu dengan deretan bendera merah putih yang berkibar anggun di tepi jalan.


Umbul-umbul berwarna cerah memandu mata ke sebuah lorong yang ditembus nyala lampu LED merah-putih, menciptakan suasana yang hangat dan penuh semangat.


Agustus di sini selalu menjadi perayaan, bukan sekadar mengenang, tetapi merayakan hidup yang diwariskan dari perjuangan.


Di teras sebuah warung sederhana, Sugeng, lelaki sepuh berusia delapan puluh lima tahun, duduk sambil menyeruput kopi Banaran yang harum.


Ia melayani pembeli bersama keponakannya, Abdul, yang kini menjadi tangan dan kaki dalam menjalankan usaha kecil itu.


Bagi Sugeng, warung ini bukan sekadar tempat berdagang. Ini adalah ruang pertemuan, tempat warga bertukar cerita sambil menikmati gorengan dan kopi hangat.


Kopi yang ia hidangkan bukan sembarang kopi. Ia membawa kisah panjang sejak masa Belanda membuka kebun kopi di Banaran, mengajarkan penduduk menanam dan mengolahnya, lalu berdirilah pabrik yang kini dikenal sebagai Pabrik Kopi Banaran PTPN I Regional 3.


Dari sana, kopi Banaran tumbuh menjadi kebanggaan, tak lagi dimonopoli perusahaan, melainkan menjadi bagian dari kehidupan warga di Pabelan, Jambu, dan wilayah sejuk lainnya.


Meski tidak ada kelas resmi untuk budidaya kopi, pengetahuan itu mengalir begitu saja. Pekerja-pekerja kebun, dari pengambil kebijakan hingga pekerja lapangan, membawa pulang ilmu yang kemudian mereka bagikan kepada kerabat dan tetangga.


Tanpa pamrih, mereka menjadi guru bagi sesama, mengajarkan teknik menanam dan mengolah, memastikan kualitas biji kopi rakyat setara dengan yang dihasilkan perusahaan.


Seperti Sugeng yang menuturkan sejarah kopi Banaran kepada Abdul, pengetahuan diwariskan tidak hanya lewat buku, tetapi lewat obrolan, pengalaman, dan kebersamaan.


Denyut ekonomi


Cerita ini hanyalah sepotong dari mozaik besar tentang bagaimana perkebunan ikut menghidupkan denyut ekonomi di berbagai daerah.


Di Lampung, misalnya, masyarakat pada awalnya belum mengenal karet sebagai komoditas bernilai.


Kehadiran perkebunan menjadi pintu pengenalan, hingga perlahan tumbuh gelombang penanaman yang kini mencakup lebih dari 130 ribu hektare.


Pola serupa terlihat di banyak daerah dengan komoditas berbeda, setiap kali kebun baru dibuka, pengetahuan dan keterampilan juga mengalir ke masyarakat.


Direktur Utama PTPN I, Teddy Yunirman Danas, menyebut peran ini sebagai bukti nyata bahwa perusahaan perkebunan mampu menjadi agen perubahan.


Di tempat-tempat terpencil, kehadiran kebun membuka lapangan kerja, menumbuhkan pusat-pusat ekonomi, dan menggerakkan peredaran uang.


Pasar pun terbentuk secara alami, mengikuti hukum penawaran dan permintaan. Hubungan yang terjalin antara perusahaan dan masyarakat bukan semata hubungan kerja, tetapi juga kemitraan yang saling menguatkan.


Keberadaan unit kerja perkebunan, menurut Teddy, langsung menyerap ribuan tenaga kerja lokal, baik sebagai karyawan tetap maupun pekerja harian. Dampaknya terasa dalam penurunan pengangguran dan peningkatan pendapatan keluarga.


Namun, yang lebih penting adalah ekosistem ekonomi yang tercipta, dari warung kopi di Kauman Lor hingga pasar karet di Lampung, dari pedagang kecil hingga pelaku usaha kreatif yang memanfaatkan bahan lokal.


Pertumbuhan ekonomi


Umumnya komitmen perusahaan perkebunan juga tidak berhenti pada produksi perkebunan. Melalui kemitraan dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku usaha lokal, perusahaan berupaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata.


Ini selaras dengan visi membangun dari desa, memperluas lapangan kerja, mendorong kewirausahaan, dan mengembangkan industri kreatif. Keberhasilan juga disadari bukan sekadar diukur dari laba, tetapi dari sejauh mana kehadiran perusahaan membuat masyarakat sekitarnya lebih berdaya.


Kisah di Desa Kauman Lor adalah potret kecil dari perubahan yang dibawa kehadiran industri perkebunan. Tidak ada yang serba instan melainkan semuanya butuh waktu, interaksi, dan kesediaan berbagi.


Namun, ketika modal pengetahuan berpadu dengan kerja keras masyarakat, lahirlah kemandirian yang mampu bertahan melewati perubahan zaman.


Warung Sugeng mungkin sederhana, tapi di dalamnya tersimpan nilai ekonomi, sejarah, dan kebanggaan lokal. Kopi yang disajikan Abdul kepada pelanggan adalah hasil dari rantai panjang kerja sama antara perusahaan, petani, dan komunitas.


Ekonomi yang mengalir dari keberadaan sebuah perkebunan di suatu daerah bukan hanya tentang uang. Melainkan tentang keterampilan yang diwariskan, jaringan sosial yang terbentuk, dan identitas lokal yang diperkuat.


Setiap kebun yang dibuka, setiap pabrik yang beroperasi, adalah titik mula bagi lahirnya peluang baru yang memungkinkan pedagang yang mendapatkan lebih banyak pembeli, perajin yang menemukan pasar, anak-anak yang melihat bahwa masa depan bisa dibangun di kampung halaman sendiri.


Seperti senja di Kauman Lor yang perlahan meredup, kehidupan desa juga memiliki irama yang teratur dari masa tanam, panen, pesta rakyat, hingga waktu istirahat.


Dalam ritme itu, kehadiran perkebunan menjadi bagian dari denyut yang membuat desa tetap hidup.


Tidak ada satu pihak yang memegang peran tunggal termasuk perusahaan, masyarakat, dan pemerintah yang saling melengkapi. Inilah yang menjadikan ekonomi wilayah bukan sekadar bertahan, tetapi terus berkembang.


Di banyak tempat, cerita seperti ini mungkin akan terlupakan, terkubur oleh deru pembangunan modern yang kadang mengabaikan akar. Namun di Kauman Lor, cerita itu masih hidup, mengalir dari satu cangkir kopi ke cangkir berikutnya.


Seakan menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati adalah yang tumbuh dari tanah sendiri, memberi manfaat kepada mereka yang mengolahnya, dan mengundang dunia untuk merasakan hasilnya.


Sugeng, dengan secangkir kopi di tangan, tahu betul bahwa warungnya adalah bagian kecil dari kisah besar itu. Abdul, yang kini belajar darinya, akan menjadi penerus cerita dan rasa yang menyertainya.


Dan di luar sana, ribuan kisah serupa tengah berlangsung, di mana kehadiran perkebunan yang dikelola dengan baik bisa menjadi pemantik yang membuat ekonomi wilayah benar-benar cair, bergerak, dan menghidupi banyak jiwa. (ANTARA/Hanni Sofia)

📬 Berlangganan Newsletter

Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.

Berita Populer

Berita Populer